Selasa, 21 Juni 2016

PUNCLUT / PUNCRUT / PENCLUT

Rasa penasaran tentang sebuah nama tempat di perbatasan kota dan kabupaten Bandung, yakni Punclut muncul ketika saya bersepeda ke sana.
Sepulang dari sana, saya membuka kamus bahasa Sunda R.A. Danadibrata, dan menghasilkan tulisan di bawah:
------------------
Oke.. Daerah yang berada di bagian atas Ciumbuleuit yang berhadapan dengan wilayah Lembang, ada yang menyebut Puncrut, ada pula yang menyebut Punclut.

Ada yang menarik, kata puncrut dalam kamus (Bahasa Sunda) bersaudara dengan kata muncrut, iya, berurusan dengan buang air besar. Dalam bahasa Indonesia, muncrut berarti eek yang mencret.

Tapi, apabila kita lihat keadaan geografisnya kata yang lebih tepat untuk tempat tersebut yaitu penclut. Penclut berarti ponclot, ponclot adalah puncak yang lancip ke atas.


Foto di atas adalah foto bapa dan paman saya, saya yang mengambil foto. Bangunan di belakang mereka adalah warung si Ema. Warung yang selalu kami tuju jika bersepeda ke daerah Punclut, untuk ngopi di hari Minggu.
--------------------
Postingan asli dalam bahasa Sunda, diposting di facebook saya, 28 Pebruari 2016.

Okéy.. Daérah luhureun Ciumbuleuit nu paeunteung-eunteung jeung Lémbang aya nu nyebut Puncrut aya ogé nu nyebut Punclut.

Aya nu menarik, kecap puncrut téh dina kamus mah dulurna muncrut, enya, éta urusan kabeuratan. Sedengkeun kecap punclut teu kapanggih dina kamus.

Tapi, upama ningali kaayaan géografisna aya kecap nu leuwih merenah keur éta tempat, kecapna nya éta penclut. Penclut téh ponclot,ponclot téh puncak nu nyungcung.

* kamus R.A. Danadibrata
** éfék sasapédahan tuluy ngopi di warung Si Ema.
*** nu dipoto: bangunan warung Si Ema, bapa, jeung emang guwéh. Tempat: Penclut.

Senin, 20 Juni 2016

Aku yang Mulai Bersepeda

Ini adalah tulisan pertamaku tentang aku dan sepeda. Aku harap aku akan mampu menuliskan apapun tentang aku dan sepeda di waktu yang akan datang. Sekarang, saat aku menuliskan ini aku berkeinginan untuk menuliskan apapun yang aku ‘temukan’ ketika bergelut dengan sepeda.

Sepeda yang aku gunakan sekarang adalah milik bapakku. Sepeda balap jadul atau lebih keren disebut vintage road bike dengan merk Kuwahara, produk Jepang dan tidak akan dijual. Dibeli pada taun 1980an, taun 1990an disimpan dengan kondisi tidak terurus. Lalu setelah sepeda kembali muncul dan kembali nge-trend sepeda itu dipakai lagi, sekitar tahun 2013an.

Untuk permulaan, aku akan bercerita sedikit tentang aku yang mulai bersepeda. Aku mulai rutin bersepeda pada akhir tahun 2015. Jarak yang aku tempuh pun biasa saja. Pergi dari rumah di jalan Tubagus Ismail Raya, di daerah Dago, bersepeda ke kampus UPI di jalan Setiabudi. Tubagus Ismail – Upi menjadi rute bersepeda, selain itu jarang sekali.

Sutu hari di awal tahun 2016, aku tertarik bersepeda bersama bapak, paman, dan kaka sepupuku ke daerah Punclut. Dataran tinggi di kabupaten Bandung, berbatasan sekali dengan kota Bandung, tidka jauh dari lokasi kampus Unpar di jl. Ciumbuleuit. Untuk orang-orang yang ingin bervakansi, Punclut menjadi tempat yang cocok. Di sana banyak rumah makan yang menyajikan pemandangan kota Bandung.
Sejak bersepeda ke punclut itu aku menjadi rutin bersepeda.


Foto 1: Awin, kawanku waktu kuliah, dia pengguna MTB.
Foto 2: Aku
Foto 3: Bapak, paman, dan sepupuku.

Ini semacam curhat ya? Semoga pada tulisan-tulisan setelah ini aku bisa menyajikan sesuatu yang lebih bermanfaat.