Selasa, 29 Desember 2015

Seperti Mesti Kita Angin dan Daun

Lis
Lis, kau terus menulis, padahal kau tahu aku tak mampu membaca. Apa kau masih menulis dengan bahasa rasa? Seperti angin pada daun. Kita pernah saling erat memeluk. Lalu angin pergi, daun jatuh. Seperti mesti. Kita angin dan daun. Seharusnya kau di sini, di sampingku. Di depan layar teredup yang kita miliki. Aku merindukanmu. Jika aku angin, kau daun. Lis, aku sedang kebingungan. Bahkan seringkali tidak yakin menyebut sepuluh setelah menyebut sembilan dalam menghitung. Aku kebingungan seperti angin, udara yang bergerak mencari kekosongan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar