Kamis, 06 Februari 2014

"Terimakasih, Ibu" Film Pendek Menyayat Hati yang Diperankan oleh Mawar Diah Pratiwi

Masih seputar nonton film pendek di acara "SCREENING FILM FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI" yang diselenggarakan oleh HIMASRA (Himpunan Mahasiswa Seni Rupa UPI), tapi kali ini saya tidak akan membahas film pendek dari jurusan Bahasa Daerah (basa Sunda) UPI featuring Tarucing Garing seperti pada postingan sebelumnya. Pada catatan ini saya akan menceritakan film pendek dari anak Seni Rupa FPBS UPI, kalau tidak salah judulnya "TERIMAKASIH, IBU". Pemeran dalam film tersebut di antaranya Mawar Diah Pratiwi memerankan tokoh ibu, Sarah (temennya Mawar) memerankan tokoh anak/ade, dan seorang mahasiswa (yang pasti anak Seni Rupa juga, tapi saya lupa namanya) berperan sebagai bapak.
***

Langsung ke inti cerita ya...
Film pendek tersebut menceritakan sebuah keluarga sederhana, atau mungkin bisa dikatakan kurang berada. Diperlihatkanlah si ade yang sedang tidur-tiduran di lantai ditemani beberapa helai kertas hvs dan pensil warna. Si ade menggambar mobil.
Ada adegan di mana si ibu bertanya, "cita-cita ade apa?".
Si ade menjawab, "brem...brem..." sambil mengangkat nganhlat pensil warnanya. Si ibu menafsirkan cita-cita anaknya ingin menjadi pilot, tapi ternyata bukan, terlihat dari ekspresi ketidak-setujuan si ade terhadap kata-kata ibunya.

Sampai suatu adegan dan obrolan, diceritakanlah bahwa si ade itu menderita suatu penyakit. Si ibu dan si Bapa mengobrol, berbicara tentang beberapa kebutuhan mereka. Berbicara tentang uang dan penghasilan si bapa. Salah satu kebutuhan yang diceritakan adalah kebutuhan akan uang untuk berobat dan terapi putri mereka. Si ibu sempat membahas tentang uang penghasilan si bapa yang diprioritaskan untuk hal apa dulu, apakah untuk kontrakan rumah atau pengobatan.

Di bagian penutup, tampil lah si bapa saja, namun terdengar si ibu berbicara, "Pa, nanti bilang aja kalo punya ibu masih bagus."
Si ayah menjawab, "Apanya Bu yang masih bagus?"
Lalu si ibu menjawab, "Bilang saja masih bagus. Bilang saja ginjal Ibu masih bagus."

Ternyata untuk menutupi kebutuhan berobat dan terapi putrinya, si Ibu rela menjual ginjalnya.
***

Film yang sangat sedih.
***

Ada beberapa hal dalam penulisan hasil apresiasi saya di atas yang saya tanyakan langsung kepada Mawar. Soalnya waktu pemutara film tersebut situasi dan kondisi tidak begitu kondusif untuk menonton secara serius.
(Andi Gita Lesmana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar