Kamis, 06 Februari 2014

PEMUTARAN FILM PENDEK MAHASISWA PENDIDIKAN BAHASA DAERAH UPI featuring TARUCING GARING di acara SCREENING FILM FPBS UPI

Catatan ini ditulis pada Rabu, 5 Februari 2014, sekitar pukul 22.30 wib.

Beberapa jam sebelum catatan ini ditulis, saya dan rombongan @tarucinggaring (Group Tatarucingan K3 a.k.a tarucing garing usum katiga a.k.a tarucing garing) hadir di acara " SCREENING FILM FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI" yang diselenggarakan oleh HIMASRA (Himpunan Mahasiswa Seni Rupa UPI).
Alasan pertama datang ke acara tersebut adalah mencari hiburan. Yah, kalau tidak salah menghitung, ada sekitar sepuluh film pendek (dari himpunanan-himpunan mahasiswa yang ada di FPBS UPI) diputar di acara tersebut. Namun selain mencari hiburan, ada alasan yang lebih pasti yaitu menonton film pendek dari Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah (Jurusan Basa Sunda) UPI featuring Tarucing Garing.

Pertama, film pendek seorang lelaki monolog di depan kamera. Berbicara tentang masakan padang.
Selanjutnya ada filem dari anak anak bahasa jepang UPI, menceritakan dua muda mudi yang pacaran. Putus. Cowonya mau bunuh diri. Tapi distop oleh seorang cewe. Ternyata cewe tersebut adalah pengagum rahasia si cowo yang mau bunuh diri tadi. Singkat cerita, si cowo istikomah pada cewe yang memutuskannya. Dan berujung bahagia di pelaminan.

Ada cerita cinta berseting kerajaan dari anak anak Bahasa Jerman. Ada pula film pendek (dokumenter) pemotongan rambut seorang mahasiswa Bahasa Indonesia Upi, sebelum rambutnya dipotong ada ritual tertentu seperti membaca puisi di taman Partere.

Tak lupa, ada filem dari anak anak Seni Rupa. Diperankan oleh Mawar Diah Pratiwi (tokoh ibu), bercerita tentang sebuah keluarga kurang berada, sampai sampai untuk menutup pengeluaran berobat pun sang ibu harus menjual ginjalnya. Sedih sekali film ini.

Ada wawancara dengan Gusman "Ganiati", garing mania sampai mati. Beberapa dokumenter pertunjukan Ganiati dan video clip lipsing Ganiati menyanyikan lagu "Duriat - Darso".

Dan dari sekian film yang diputar, ada satu film terpanjang dalam acara tersebut; karya anak anak jurusan bahasa Perancis. Setingnya banyak sekali, ada di Singapura, ada di Bali, di mobil, di lapang tenis. Lama sekali. Cerita cinta.

Dan ditutup oleh film geje alias ga jelas dari anak anak bahasa Sunda (featuring Tarucing Garing), berisi suatu kegiatan berteka-teki (tatarucingan) yang diungkapkan dalam bentuk tulisan di atas papan tulis putih dan divideo.

(Maaf ada film dari beberapa hima tidak tersebut, saya tidak fokus mengikuti keseluruhan acara)

***
Saya sebagai alumni bahasa Daerah UPI dan pengurus Group Tatarucingan K3 (tarucing garing) pada film pendek tersebut sudah mempersiapkan diri untuk menanggung malu. Terang saja, film tersebut film terhancur. Berisi tatarucingan garing sebanyak 15 tarucing.
Di antaranya:
1) Alat komunikasi naon anu bisa didahar? *kelepon. 2) Cat naon anu ngan dua warna? *cat tur. 3) Cat naon anu tugasna ngajaga? *cat pam. 4) Naha lauk tara saré? *sabab kasurna baseuh waé. 5) Supir naon anu romantis? *supiring berdua. 6) Teri naon anu teu asin? *teringat seseorang. Dll.

Ada sesuatu yang tidak disangka sangka, beberapa penonton menunjukan ketertarikan (sangat perlu dibaca: banyak yang tidak tertarik sebenarnya. Tapi tong dibahas we lah). Pemeran utama pada film tersebut adalah tangan kanan saya yang memegang sepidol. Ketika tangan saya menulis, ada suara penonton yang mengikuti "mengeja" tulisan saya. Setelah muncul soal, ada beberapa detik waktu disediakan untuk membaca, lalu papan tulis dihapus, dan ditulislah jawaban dari tatarucingan yang menjadi soal. Beberapa detik beraselang, ada beberapa penonton tertawa.
Saat itu posisi saya dilematik. Antara senang dan kecewa. Film yang dibuat oleh anak-anak basa Sunda Upi dan tarucing garing menghibur, itu membuat kami merasa beruntung, bisa menampilkan suatu hiburan. Tapi disisi lain kami (Barudak Tarucing Garing saja) kecewa, kami gagal menciptakan tarucing yang garing dan tidak lucu.
Yah tapi apresiasi mah dikembalikan lagi kepada para penonton sajah lah.
Tapi ada hal yang sangat mengejutkan saya secara pribadi, teman saya yang bernama Fikri (dari bahasa Indonesia) datang, mengucapkan selamat, lalu bersalaman, memeluk, dan memuji. "Kerén lah manéh," katanya. Sungguh tidak terduga. Setelah saya bersalaman dengan dia, ternyata di belakang dia ada seseorang yang mengajak untuk bersalaman lagi. Wow.
Setelah itu, datanglah Ebbe Kochid, anak Seni Rupa Upi angkatan taun 2012. Dia menyelamatkan fitrah barudak Tarucing Garing. Dia menyampaikan kekecewaannya telah menonton film kami. Haha.
Oya, terima kasih kepada teman saya yang bernama Isal, yang sudah berteriak "GARING ANJ*NG". haha.

Dan ternyata setelah pemutaran film tatarucingan tadi, acara mendekati penutupan.
***

Terima kasih kepada mahasiswa FPBS UPI. HIMASRA (SENI RUPA UPI), HIMA PENSATRADA (BAHASA DAERAH/SUNDA UPI), dan kawan kawan semua. Telah menjadi saksi keberadaan Tarucing Garing.

== terus berkarya kawan kawan :D ==

***
Kamis, 6 Februari 2014
-catatan tambahan-
Risky Ashary (ketua BEM HIMA Pensatrada 2013/2014) mengucapkan selamat dan memberikan responnya. "Film Tarucinggaring teh film nu paling interaktif," katanya, ketika bertemu saya dekat toilet Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah.

5 komentar:

  1. siipp... acara yang kereeeen yaaaah,, terima kasih FPBS UPI...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Acarana keren pisan. Mantep lah eta ide anak-anak Himasra. Menjalin silaturahmi melewati nongton bareng karya bersama.

      Nuhun kang, tos mampir dan meluangkan waktu membaca isi blog saya.

      Hapus
  2. hatur nuhun yaa utk kawan2 bahasa daerah... video interaktifnya sangat memukau, sangat kreatif, besok paginya mahasiswa di Seni rupa langsung mengaplikasikan tatarucingannya di kelas, hahaha..

    BalasHapus
    Balasan
    1. hatur nuhun untuk apresiasi terhadap filmnya kang :)
      mengenai tatarucingannya, maaf kalo hidup akang dan kawan kawan jd sia sia. haha.

      kalo smpet mah gabung weh d grup facebook "group tatarucingan k3"

      Hapus